Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PALU
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
4/Pid.Pra/2022/PN Pal DRS. MUHAMMAD KEPALA KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI TENGAH Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 29 Mar. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 4/Pid.Pra/2022/PN Pal
Tanggal Surat Senin, 28 Mar. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1DRS. MUHAMMAD
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI TENGAH
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
  1. Bahwa; PEMOHON adalah warganegara Indonesia yang bertempat tinggal di BTN Palupi Blok AB No.11 A, RT/RW 001/004 Kelurahan Palupi Kecamatan Tatanga Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah dan kini bertempat tinggal di Kelurahan Leok I  Kecamatan Biau Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah.
  2. Bahwa; pada tanggal 10 Januari 2022 PEMOHON menerima surat panggilan dari Polres Buol sebagaimana Surat Nomor: B/PK-31/I/2022/Satreskrim Tanggal 10 Januari 2022 Polres Buol Perihal: Permintaan Keterangan yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim Polres Buol AKP HERU SETIYONO, SH
  3. Bahwa; surat panggilan tersebut didasari pada adanya Laporan Kepolisian Nomor: LP/B/338/XII/2021/SULTENG/RES BUOL, tanggal 15 Desember 2021 dengan Surat Perintah Penyelidikan Lanjutan yang diterbitkan oleh Polres Buol bernomor: SP.Lidik/362.a/I/2022/ Satreskrim, tanggal 01 Januari 2022 terkait Dugaan Pelanggaran Pasal 46 ayat (2) dan atau Pasal 49 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 322 KUHP.
  4. Bahwa; atas dasar surat panggilan Polres Buol tersebut PEMOHON diperiksa dan dimintai keterangan pada tanggal 11 Januari 2022 sesuai Surat Panggilan, namun tidak lanjut.
  5. Bahwa; pada sekitar tanggal 27 Januari 2022 PEMOHON kembali menerima surat panggilan bernomor: S.Pgl/67/I/2022/ Ditreskrimsus Tanggal 25 Januari 2022 (tanggal di tulis tangan) dari  TERMOHON Perihal: Permintaan Keterangan Sebagai Saksi ditandatangani oleh Direktur Reskrimsus Polda Sulteng KOMBES POL. ILHAM SAPARONA, SH., S.I.K.
  6. Bahwa; surat panggilan tersebut didasari pada Laporan Polisi yang sama in casu Laporan Polisi Nomor: LP/B/338/XII/2021/ SULTENG/RES BUOL, tanggal 15 Desember 2021 namun telah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan oleh TERMOHON bernomor: SP.Sidik/22/I/2022/Ditreskrimsus, tanggal 17 Januari 2022.
  7. Bahwa; dalam surat panggilan tersebut Pasal yang semula diduga sebagaimana surat panggilan dari Polres Buol telah bertambah menjadi Pasal  27 sampai dengan Pasal 33, Pasal 46 ayat (1) jo Pasal 30 ayat (1) dan/atau Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) dan/atau Pasal 50 jo Pasal 34 ayat (1) huruf a UU RI No.19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
  8. Bahwa; atas surat panggilan tersebut sebagai warganegara yang baik PEMOHON menghadiri panggilan tersebut dan diperiksa di Buol sebagai saksi pada tanggal 29 Januari 2022 sesuai Surat Panggilan, akan tetapi pemeriksaan ini tidak selesai/tidak lanjut.
  9. Bahwa; dalam pemeriksaan tersebut HP/Poncell Merek Samsung Galaxy S21 Warna Silver dengan IMEI 1: 1355500580102846 dan IMEI 2: 355798480102847 dan SIM Card Telkomsel dengan nomor 082194150866 sebagaimana Surat Tanda Terima Nomor : STP/07/I/2022/Ditreskrimsus tanggal 29 Januari 2022, milik PEMOHON yang diminta secara paksa dengan jalan mengancam akan menggeledah rumah PEMOHON jika tidak diambilkan dari dirumah PEMOHON, padahal saat itu sedang berlangsung acara Tauziah Hari ke 10 Meninggalnya ibu PEMOHON.  
  10. Bahwa; pada sekitar tanggal 12 Februari 2022, PEMOHON kembali menerima Surat Panggilan dari TERMOHON bernomor: S.Pgl/93/II/2022/ Ditreskrimsus, Tanggal 10 Februari 2022 Perihal Permintaan Keterangan Sebagai Saksi ditandatangani oleh Direktur Reskrimsus Polda Sulteng KOMBES POL. ILHAM SAPARONA, SH.,S.I.K.
  11. Bahwa; atas dasar surat panggilan tersebut PEMOHON menghadirinya dan barulah saat diperiksa pada tanggal 14 Februari 2022 di Mapolda Sulteng (sesuai dengan tanggal undangan), pemeriksaan ini dilakukan sampai selesai.
  12. Bahwa; pada sekitar tanggal 9 Maret 2022 PEMOHON kembali menerima Surat Panggilan dari TERMOHON bernomor: S.Pgl/279/III/2022/ Ditreskrimsus, Tanggal 07 Maret 2022  yang ditandatangani oleh Direktur Reskrimsus Polda Sulteng KOMBES POL. ILHAM SAPARONA, SH., S.I.K. agar hadir pada tanggal 10 Maret 2022, untuk diperiksa sebagai Tersangka,. Namun karena terpapar virus, PEMOHON belum bisa menghadiri panggilan tersebut.
  13. Bahwa; setelah melalui pemeriksaan medis kondisi kesehatan PEMOHON sudah dinyatakan baik, maka dengan itikad baik PEMOHON  menghadiri panggilan tersebut dan diperiksa sebagai Tersangka pada hari Rabu, tanggal 16 Maret 2022.
  14. Bahwa; pada hari itu juga sesaat setelah pemeriksaan, TERMOHON kemudian menerbitkan Surat Perintah Penangkapan bernomor SP-Kap/16/III/ 2022/Ditreskrimsus tanggal 16 Maret 2022 dan Surat Perintah Penahanan bernomor SP-Han/17/III/2022/Ditreskrimsus tanggal 16 Maret 2022 yang kedua surat tersebut ditandatangani oleh KOMBES POL. ILHAM SAPARONA, S.I.K., SH. NRP.71080335.
  15. Bahwa; dalam surat tersebut TERMOHON menjustifikasi berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
  16. Bahwa; atas dasar kedua surat tersebut PEMOHON kemudian ditahan hingga saat ini di Mapolda Sulteng.
  1. ALASAN-ALASAN HUKUM PERMOHONAN.
  1. Bahwa; sebagaimana duduk perkara diatas, PEMOHON dipanggil oleh Polres Buol berdasarkan Surat Panggilan Perihal Permintaan Keterangan sebagaimana Surat Nomor: B/PK-31/I/2022/Satreskrim Tanggal 10 Januari 2022 dan dimintai keterangan pada tanggal 11 Januari 2022. Surat Panggilan tersebut didasari pada:
  1. Laporan Kepolisian Nomor : LP/B/338/XII/ 2021/SULTENG/ RES BUOL, tanggal 15 Desember 2021; Dan
  2. Surat Perintah Penyelidikan Lanjutan Nomor : SP.Lidik/362.a/ I/2022/ Satreskrim, tanggal 01 Januari 2022

Kemudian PEMOHON kembali dipanggil sudah oleh TERMOHON berdasarkan surat panggilan bernomor: S.Pgl/67/I/2022/ Ditreskrimsus Tanggal 25 Januari 2022 sebagai Saksi dan diperiksa pada tanggal 29 Januari 2022, namun pemeriksaan ini tidak dilanjutkan. Surat Panggilan sebagai Saksi tersebut didasari pada ;

  1. Laporan Kepolisian Nomor : LP/338/XII/ 2021/SULTENG/ RES BUOL, tanggal 15 Desember 2021; Dan
  2. Surat Perintah Penyidikan bernomor: SP.Sidik/22/I/2022/ Ditreskrimsus, tanggal 17 Januari 2022.

Dan HP/ Poncell PEMOHON disita/diminta secara paksa tanpa prosedur yang sah menurut hukum dan hanya diberikan Surat Tanda Penerimaan, Nomor : STP/07/I/ 2022/ Ditreskrimsus tanggal 29 Januari 2022.

Yang kemudian secara berturut-turut PEMOHON menerima Surat Panggilan, yaitu ;

  1. Surat Panggilan bernomor: S.Pgl/93/II/2022/ Ditreskrimsus, Tanggal 10 Februari 2022 sebagai Saksi; Dan
  2. Surat Panggilan bernomor: S.Pgl/279/III/2022/ Ditreskrimsus, Tanggal 07 Maret 2022 sebagai Tersangka.

Keseluruhan surat panggilan sebagai Saksi dan Tersangka yang dilayangkan oleh TERMOHON tersebut didasari pada Surat Perintah Penyidikan bernomor SP.Sidik/22/I/2022/ Ditreskrimsus, tanggal 17 Januari 2022 yang ditandatangani oleh KOMBES POL. ILHAM SAPARONA, S.I.K., SH. NRP.71080335.

PEMOHON diperiksa sebagai Tersangka barulah pada tanggal 16 Maret 2022 setelah kesehatan PEMOHON dinyatakan baik oleh team medis. Dan sesaat setelah diperiksa, PEMOHON kemudian Ditangkap berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP-Kap/16/III/ 2022/Ditreskrimsus tanggal 16 Maret 2022; Dan  Ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan bernomor SP-Han/17/III/ 2022/Ditreskrimsus tanggal 16 Maret 2022.

  1. Bahwa; dari rangkaian Surat-surat panggilan yang dilayangkan oleh TERMOHON tersebut hingga saat ditetapkannya PEMOHON sebagai Tersangka yang kemudian ditangkap dan ditahan, TERMOHON sama sekali tidak pernah memberikan salinan/turunan SPDP maupun Penetapan Tersangka kepada PEMOHON.
  2. Bahwa; tindakan TERMOHON yang tidak menyerahkan SPDP dan Penetapan Tersangka kepada PEMOHON selain telah merugikan Hak-hak konstitusional PEMOHON, juga bertentangan dengan ketentuan “bahagian kedua tentang Dimulainya Penyidikan Pasal 13 ayat (3) dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (4) PERKAPOLRI No. 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana”.

Pasal 13 ayat (3) menyatakan bahwa ;

(3) Setelah Surat Perintah Penyidikan diterbitkan, dibuat SPDP

Pasal 14 ayat (1) dan ayat (4) menyatakan ;

Ayat (1) bahwa;

SPDP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikirmkan kepada Penuntut Umum, Pelapor/Korban, dan Terlapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari stelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.

Ayat (4) bahwa;

Dalam hal tersangka ditetapkan setelah lebih dari 7 (tujuh) hari diterbitkan Surat Perintah Penyidikan, dikirimkan surat pemberitahuan Penetapan Tersangka dengan dilampirkan SPDP sebelumnya.

  1. Bahwa; selain pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 13 ayat (3) dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (4) PERKAPOLRI oleh TERMOHON, tindakan tersebut juga telah bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017 tentang Kewajiban bagi Penyidik Menyerahkan SPDP  paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan. Yang dalam pertimbangan hukumnya halaman 146 s/d 147 angka [3.19] menyatakan bahwa ;
  1. ... khususnya terkait dengan seringnya penyidik tidak memberikan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) maupun mengembalikan berkas secara tepat waktu. Hal tersebut jelas berimplikasi terhadap kerugian bagi terlapor dan korban/pelapor. Hak-hak korban/pelapor dan terlapor menjadi tidak pasti dikarenakan mekanisme yang tidak tegas dan jelas. Hal tersebut berimbas pada tidak adanya kepastian hukum terhadap sebuah perkara tindak pidana yang merugikan terlapor dan korban/pelapor dalam mencari kepastian hukum serta tidak sesuai dengan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan yang ada dalam KUHAP.
  2. ... Menurut Mahkamah, penyampaian SPDP kepada jaksa penuntut umum adalah kewajiban penyidik untuk menyampaikannya sejak dimulainya proses penyidikan, sehingga proses penyidikan tersebut adalah berada dalam pengendalian penuntut umum dan dalam pemantauan terlapor dan pelapor/korban. Fakta yang terjadi selama ini dalam hal pemberian SPDP adalah kadangkala SPDP baru disampaikan setelah penyidikan berlangsung lama. Adanya alasan bahwa tertundanya penyampaian SPDP karena terkait dengan kendala tekhnis, Menurut Mahkamah, hal tersebut justru menyebabkan terlanggarnya asas due process of law sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945. Mahkamah berpendapat, tertundanya penyampaian SPDP oleh penyidik kepada jaksa penuntut umum bukan saja menimbulkan ketidakpastian hukum akan tetapi juga melanggar hak konstitusional terlapor dan korban/pelapor... dst.

Lebih lanjut Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan,

... Berdasarkan pertimbangan tersebut menurut Mahkamah dalil permohonan para pemohon bahwa SPDP tersebut bersifat wajib adalah beralasan menurut hukum. Sifat wajib tersebut bukan hanya dalam kaitannya dengan jaksa penuntut umum akan tetapi juga dalam kaitannya dengan terlapor dan korban/pelapor. Adapun batasan waktunya, Mahkamah mempertimbangkan bahwa waktu paling lambat 7 (tujuh) hari dipandang cukup bagi penyidik untuk mempersiapkan /menyelesaikan hal tersebut.

Atas pertimbangan hukumnya tersebut Mahkamah Konstitusi Memutuskan sebagaimana angka 2, bahwa ;

2.   Menyatakan Pasal 109 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum” tidak dimaknai “penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan.

  1. Bahwa; dari ketentuan hukum putusan Mahkamah Konstitusi dan Perkapolri tersebut diatas, telah jelas menggambarkan; tindakan TERMOHON yang melakukan pemeriksaan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan tanpa memberikan turunan/salinan SPDP  bahkan hingga menetapkan PEMOHON sebagai tersangka, merupakan tindakan yang inprosedural dan mengandung cacat hukum.  
  2. Bahwa; demikian halnya dengan ditetapkannya PEMOHON sebagai Tersangka dan ditangkap serta ditahan yang hanya didasari pada alasan Berdasarkan Bukti Permulaan Yang Cukup. Dengan Sangkaan Pasal-pasal berikut;  

Pasal 46 Jo Pasal 30 ayat (1)

  1. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau  denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 30 ayat (1)

  1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum Mengakses Komputer dan/atauSistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun.

Pasal 48 ayat (1) jo. Pasal 32 ayat (1)

  1. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)

Pasal 32 ayat (1)

  1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

Pasal 50 jo. Pasal 34 ayat (1) huruf a

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 34 ayat (1) huruf a

  1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
  1. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;

Pasal 55 ayat (1) ke-1

  1. Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
  1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

Pasal 56

Dipidana sebagai pembantu kejahatan:

  1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
  2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan.
  1. Bahwa; menelaah rangkaian Pasal-pasal tersebut diatas, yang dijadikan alasan oleh TERMOHON sehingga  menetapkan diri PEMOHON sebagai Tersangka yang kemudian menangkap dan menahan PEMOHON merupakan alasan yang Prematur, sebab untuk dianggap memiliki bukti permulaan yang cukup, TERMOHON harus memiliki 2 (dua) alat bukti yang Sah dan alat bukti tersebut tidak boleh diperoleh dengan cara melawan hukum dan ataupun diperoleh berdasarkan keterangan yang tidak valid dari Saksi-saksi lain.
  2. Bahwa; dalam perkara ini PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON hanya didasari pada keterangan Pelapor dan ataupun Saksi-saksi lain yang sama sekali tidak pernah dikonfrontir secara langsung dengan PEMOHON. Keterangan-keterangan saksi-saksi lain tersebut hanya dibacakan dalam bentuk pertanyaan kepada PEMOHON saat di BAP yang justru menyudutkan posisi PEMOHON untuk melakukan pembelaan diri secara langsung.
  3. Bahwa; selain dibacakan keterangan saksi-saksi lain, PEMOHON juga diperlihatkan foto hasil screen shot (chrop) dari CCTV, padahal diketahuinya CCTV bukanlah alat bukti, sehingga Penetapan Tersangka atas diri PEMOHON oleh TERMOHON merupakan tindakan yang melanggar hak asasi PEMOHON dan cacat Prosedural serta bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, tentang Penetapan Tersangka sebagai Objek PRAPERADILAN.
  4. Bahwa; selain tidak cukupnya 2 (dua) alat bukti yang sah menurut hukum, TERMOHON dalam menetapkan diri PEMOHON sebagai tersangka sama sekali tidak pernah memberikan surat pemberitahuan penetapan tersangka kepada PEMOHON, padahal diketahuinya pula surat pemberitahuan penetapan tersangka tersebut merupakan satu rangkaian prosedur pemeriksaan tersangka yang diatur dalam KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, tentang Penetapan Tersangka sebagai Objek PRAPERADILAN dan PERKAPOLRI No.6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
  5. Bahwa; selain cacat hukumnya/inproseduralnya tindakan TERMOHON dalam menetapkan PEMOHON sebagai tersangka dikarenakan tidak diserahkannya SPDP sebagai kewajibannya sejak menerbitkan Surat Perintah Penyidikan kepada PEMOHON dan serta tidak memberikan Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka, bahkan tidak cukupnya 2 (dua) alat bukti yang sah menurut hukum. TERMOHON juga telah melanggar prosedur penangkapan dan penahanan atas diri PEMOHON.
  6. Bahwa; TERMOHON dalam melakukan upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan atas diri PEMOHON telah melanggar prosedur yang telah ditetapkan oleh KUHAP.

Pasal 19 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa;

  1. Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilakukan untuk paling lama satu hari.

Ketentuan tentang penangkapan ini, jika dikaitkan dengan surat perintah penahanan yang diterbitkan oleh TERMOHON ditandangani pada hari dan tanggal yang sama. Hal ini merupakan tindakan yang inprosedural dan bertentangan dengan hukum.

  1. Bahwa, demikian halnya penyitaan terhadap HP/Poncell PEMOHON merek Samsung Galaxy S21 pada tanggal 29 Januari 2022 yang diambil secara paksa dan penuh intimidasi akan menggeledah rumah PEMOHON di Buol yang pada saat itu sedang dilangsungkan acara Tauziah hari ke-10 almarhumah Ibu PEMOHON.
  2. Bahwa; penyitaan tersebut dilakukan tanpa diperlihatkan Surat Penyitaan dan Izin dari Pengadilan kepada PEMOHON, sehingga penyitaan inipun dilakukan dengan cara yang inprosedural dan bertentangan dengan KUHAP serta Pasal 21 ayat (2) PERKAPOLRI No. 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana yang menyatakan bahwa;
  1. Penyidik/Penyidik Pembantu yang melakukan penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilengkapi dengan;
  1. Surat Perintah Penyitaan dan
  2. Surat Izin Penyitaan dari Ketua Pengadilan, kecuali dalam hal tertangkap tangan
  1. Bahwa; dengan demikian dari uraian-uraian tersebut diatas, telah nyata TERMOHON melakukan tindakan yang inprosedural baik itu dalam hal Penetapan Tersangka, Penangkapan dan Penahanan atas diri PEMOHON serta Penyitaan yang dilakukannya.
  2. Bahwa; perlua kami ungkapkan, PEMOHON saat ini dialihkan status penahanannya dari rumah tahanan TERMOHON karena Sakit.

Berdasarkan Uraian-uraian diatas, mohon segera diadakan sidang PRAPERADILAN  terhadap TERMOHON dan merujuk pada ketentuan                 BAB X Bagian Ke-Satu, Pasal 77 s/d Pasal 83 KUHAP yang secara limitative mengatur Hak-hak PEMOHON dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014  tanggal  28 April 2015, tentang Penetapan Tersangka sebagai Objek PRAPERADILAN serta Putusan Mahkamah Konstitusi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017 tentang Kewajiban bagi Penyidik Menyerahkan SPDP 7 (tujuh) hari sejak diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.

MAKA, DIMOHONKAN AGAR ;

Kepada TERMOHON di perintahkan membawa berkas-berkas berita acara pemeriksaan atas diri PEMOHON serta bukti CCTV ke dalam persidangan dan menyerahkannya kepada Hakim Tunggal PRAPERADILAN.

Dan untuk selanjutnya Mohon Putusan ;

  1. Menyatakan, Mengabulkan Permohonan Praperadilan PEMOHON untuk seluruhnya.
  2. Menyatakan, TERMOHON telah melakukan tindakan hukum yang INPROSEDURAL dan TIDAK SAH dalam menyidik perkara yang dituduhkan kepada PEMOHON.
  3. Menyatakan Penetapan PEMOHON sebagai tersangka oleh TERMOHON adalah TIDAK SAH.
  4. Menyatakan, Tindakan Hukum TERMOHON yang melakukan Penangkapan dan Penahanan atas diri PEMOHON adalah TIDAK SAH.
  5. Menyatakan, tindakan hukum TERMOHON melakukan Penyitaan terhadap HP/Poncell Merek Samsung Galaxy S21 Warna Silver dengan IMEI 1: 1355500580102846 dan IMEI 2: 355798480102847 dan SIM Card Telkomsel dengan nomor 082194150866 milik PEMOHON adalah TIDAK SAH.
  6. Menyatakan, segala Surat-surat yang diterbitkan TERMOHON, baik itu yang telah diterbitkannya maupun yang akan diterbitkannya terkait penyelidikan dan penyidikan atas perkara yang dituduhkan kepada PEMOHON adalah TIDAK SAH.
  7. Menyatakan, oleh karena penetapan PEMOHON sebagai TERSANGKA dan tindakan hukum penyidikan yang dilakukannya dan serta Surat-surat yang diterbitkannya maupun yang akan diterbitkannya adalah TIDAK SAH,  maka TERMOHON DIHUKUM untuk segera membebaskan PEMOHON dari segala jenis tuduhan dan segera melepaskannya dari status sebagai Tahanan tanpa syarat apapun.
  8. Menghukum, TERMOHON untuk mengembalikan HP/Poncell Merek Samsung Galaxy S21 Warna Silver dengan IMEI 1: 1355500580102846 dan IMEI 2: 355798480102847 dan SIM Card Telkomsel dengan nomor 082194150866, secara seketika tanpa syarat apapun kepada PEMOHON.
  9.  Menghukum TERMOHON membayar ganti rugi sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) kepada PEMOHON secara tunai dan seketika.
Pihak Dipublikasikan Ya